sarwanizer

Jumat, 22 Juli 2011

Semarak Panggung Para Chef

Fokus Utama
Beberapa tahun belakangan, semarak dunia chef di Indonesia kian bergelora. Acara masak-memasak pun semakin digilai dan membuat sang koki jadi idola baru.
Tak heran bila kemudian banyak orang mulai dari office boy hingga direktur perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi chef ternama. Ini tentang semaraknya panggung kehidupan para chef.  OB Hingga Direktur Berlomba Menjadi Chef
Sebuah ajang pencarian bakat memasak yang sukses di beberapa negara, hadir di Indonesia. Gelar Master Chef dan hadiah miliaran rupiah pun menanti peserta yang lebih unggul, tidak hanya dalam memasak tetapi juga mahir menciptakan hidangan baru dengan sajian menarik.  

Studio itu diseting menjadi sebuah dapur raksasa. Di sana berderet puluhan kompor, aneka perlengkapan memasak, serta bak cuci. Masing-masing untuk satu peserta Master Chef Indonesia. Begitu tantangan dimulai, satu per satu para peserta pun memasuki dapur tersebut dan langsung menempati posisi masing-masing.
Dalam waktu 90 menit atau 1,5 jam mereka harus mampu mengolah bahan yang tersedia menjadi sajian makanan enak dengan tatanan cantik dan menarik. Serentak, kesibukan berbalut semangat sekaligus rasa tegang pun melingkupi studio. Semua berlomba menciptakan karya terbaik. Menit berikutnya, gilaran para juri yang terdiri dari Vindex, Juna, dan Marinka memberikan penilaian.
Belajar Memasak dari Ahlinya
Beragamnya latar belakang tentu membuat pemahaman masing-masing peserta terhadap dunia memasak berbeda satu dengan lainnya. Namun proses karantina memberi bekal bagi mereka untuk lebih memahami teknik memasak dan penyajiannya, langsung dari para ahli. Sarwan, seorang office boy di PT Nasa Multimedia Surabaya menjadi peserta yang merasa kebanjiran pengetahuan dari ajang ini. Bagaimana tidak, dulunya jangankan mengenal aneka masakan seperti yang disajikan hotel berbintang. Untuk mencoba resep rumahan sebagai variasi olahan kreasinya saja, ia menunggu keberuntungan dari lembaran majalah atau koran bekas yang sudah dibuang pemiliknya, atau tak sengaja pembungkus nasi yang ia beli.

“Dulu tidak pernah punya resep. Kan buku resep mahal to. Kadang kalau sedang beruntung, pas beli nasi bungkus itu ada resepnya. Saya pernah menemukan resep sayur asem Jakarta kemudian saya coba. Eh ternyata bisa,” cerita Sarwan dengan logat Jawa medok. Kebiasaan memasak muncul sejak ia diusir sang kakak tiri dari Sidoarjo dan mulai bekerja di Surabaya. Karena tak ingin gajinya habis hanya untuk membeli makan, ia pun membawa bekal masakan setiap kali bekerja. Akibat kegemarannya memasak itu, beberapa teman kantor sering ikut iuran untuk membeli bahan masakan dan mereka makan bersama-sama. Soto, rawon, dan pecel adalah beberapa menu andalan Sarwan. Maka, masuk dalam jajaran 20 besar peserta Master Chef menjadi kebanggaan tersendiri untuknya. “Bisa masuk tv saja rasanya sudah senang sekali. Alhamdulilah juga, gara-gara acara ini saya bisa naik pesawat, tidur di hotel, dan belajar banyak resep,” kata Sarwan yang kala audisi membawa nasi jagung bakar ini.
Sarwan tentu saja ingin menang. Tetapi kalaupun tidak, lelaki 40 tahun ini cukup bersyukur mendapat kesempatan belajar gratis langsung dari para chef ternama. “Pokoknya di sini banyak sekali yang saya dapat. Tadinya hanya bisa membuat masakan Jawa, akhirnya ada perkembangan lebih baik. Saya jadi bisa memasak nasi campur, daging-dagingan, donat, kue bolu dan lain sebagainya,” cerita Sarwan, polos bersemangat  Sang OB berprinsip, menang ataupun tidak, ia harus terus maju dan berusaha. “Kan, jurinya juga memberikan saran begini-begitu, itu yang membuat saya lebih maju walaupun secara pelan-pelan. Tadinya, saya mana tahu bagaimana penyajian makanan yang baik dan benar,” ujar Sarwan.
Harapannya tak muluk-muluk. Cukup orang mengenalnya, sehingga datang tawaran pekerjaan yang lebih baik. Dengan begitu ia bisa memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Sarwan mengaku ingin menyekolahkan anak-anak dan saudaranya supaya tak memiliki nasib seperti dirinya. Kalau kemudian dia bisa menjadi seorang koki betulan dengan mahkota putih di kepala, tentu menjadi kebanggaan luar biasa. “Karena sebelumnya saya tidak pernah berani bermimpi atau membayangkan akan menjadi seperti mereka. Saya hanya pernah bermimpi punya depot makanan untuk mencari tambahan penghasilan,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar