sarwanizer

Jumat, 22 Juli 2011

Belajar Masak dari Koran Bekas, Kini Jadi Artis

Sarwan, kontestan MasterChef Indonesia pulang ke kampung halaman setelah sukses menembus babak delapan besar reality show yang digelar RCTI. Pria 40 tahun asal Desa Brangkal, Kecamatan Kepoh Baru, Bojonegoro itu langsung menjadi perhatian seluruh warga setelah wajahnya kerap muncul di layar televisi.

Dua hari terahir, suasana Desa Brangkal tak seperti biasa. Aktivitas rutin para petani tembakau di desa itu diselingi keceriaan sejumlah warga yang bergantian datang ke sebuah rumah sederhana di seberang balai desa. Mulai anak-anak hingga orang dewasa, bahkan perangkat desa sampai para kiai silih berganti mengunjungi kediaman Hj Khoirotun.
Tapi, kedatangan sejumlah warga itu bukan untuk sekadar bertemu dengan Khoirotun. Melainkan untuk bertemu dengan Sarwan, anak ketiga Khoirotun hasil pernikahannya dengan Muhsan. Ya, nama pria kelahiran 11 Oktober 1971 tersebut melambung sejak masuk sebagai salah satu kontestan MasterChef Indonesia. “Awalnya warga di sini memang tidak percaya kalau Sarwan adalah peserta MasterChef tapi setelah beberapa kali lihat dia (Sarwan) tampil di tv, warga akhirnya percaya,” ujar Kustiah, kakak kandung Sarwan yang tinggal bersebelahan dengan rumah ibunya.
Sebagian warga desa di pinggiran Kota Ledre yang berjarak sekitar 40 KM dari kota itu ada yang menyempatkan diri untuk duduk bersama Sarwan dan ngobrol beberapa puluh menit di ruang tamu, ada yang hanya bersalaman terus berlalu, dan ada yang hanya sekadar menyapa kemudian melanjutkan aktivitas mereka kembali. “Selamat ya, sekarang sudah jadi artis,” kata beberapa tetangga saat bertemu dengan Sarwan.
Saat Surya berkunjung ke sana, Sarwan bersama ibu dan sejumlah keluarganya pun dengan ceria berbagi cerita. Sarwan mengisahkan tentang masa kecilnya, kondisi keluarga dan perjalanannya hingga menjadi artis dadakan seperti sekarang ini. “Setelah lulus MI (Madrasah Ibtidaiyah) di Brangkal, saya pindah ke Sidoarjo untuk ikut ayah dan melanjutkan sekolah di sana. Sebab, saat masih kecil ayah dan ibu saya sudah bercerai dan kondisi keluarga saya juga sangat sederhana,” jawab pria yang gemar makan seafood ini mengawali obrolan.
Hingga lulus SMU, anak terakhir dari tiga bersaudara ini masih bertahan hidup di Sidoarjo. Ia kemudian mengawali kariernya dengan bekerja di PT Arina Sidoarjo. Setelah delapan tahun bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang tenaga outsourcing itu, Sarwan muda berpindah ke PT Nasa Surabaya, yang juga bergerak di bidang outsorching. Di sana, ia bekerja sebagai office boy (OB) sejak Juni 2009.
Semasa muda, Sarwan hidup di kos-kosan. Dan dengan hobinya memasak, ia selalu mencoba resep-resep yang didapatnya dari buku-buku maupun koran-koran bekas yang ditemukannya. Setiap kali ada acara bersama teman-teman kos, Sarwan lah yang bertugas memasak. Termasuk ketika pulang ke kampung di Bojonegoro saat lebaran, Sarwan kerap menggelar acara makan bareng teman-teman sekampungnya. Dan dia sendirilah yang kebagian job sebagai koki.
Bermodal pengalaman memasak di kos dan di tempatnya bekerja itulah, makanan buatan Sarwan dikenal nikmat oleh teman maupun bosnya. “Pertama kali yang menawarkan saya untuk ikut di acara MasterChef Indonesia adalah bos saya, Anton Marcos. Karena beliau tahu kalau saya suka banget memasak,” ungkapnya. “Saya awalnya juga tidak mau. Tapi, bos saya itu yang memberi formulir dan bahkan mengisi formulir tersebut,” imbuh pria yang tidak doyan makan daging itu.
Tanpa dinyana, suami dari Umiyatin (33) tersebut mendapat panggilan dari RCTI dan dari 1.400 peserta asal Jawa Timur, enam peserta yang dipanggil ke Jakarta salah satunya adalah dia. “Semua orang, bahkan saya sendiri juga heran. Seorang OB saja kok bisa masuk nominasi MasterChef sampai tingkat nasional,” sambungnya.
Saat dipanggil ke Jakarta, Sarwan mengaku sangat bingung. Pasalnya, selain tidak punya biaya, dia juga tidak tega meninggalkan sang istri yang sehari-hari bekerja sebagai guru mengaji sendirian di Sidoarjo. Apalagi, saat akan ke Jakarta, barang-barang di kontrakannya baru saja habis dikuras maling. Tapi, bermodal semangat dan dukungan dari bos serta keluarga, Sarwan nekat meluncur ke Jakarta. Alhasil, ia berhasil bertahan sampai delapan besar.
Ditanya kenapa sampai akhirnya tereliminasi? Sarwan mengaku bahwa saat itu dirinya merasa sudah tidak kuat dengan berbagai tekanan yang ada selama kompetisi. Akhirnya, ia memilih untuk memasak dengan bumbu kurang maksimal. “Yang terahir itu kan sebenarnya mudah. Wong menunya sate dan tongseng,” akunya.
Sehari setelah kekalahannya itu Sarwan mengaku benar-benar sangat menyesal telah tersingkir. “Setelah hari itu, saya baru sadar bahwa banyak sekali warga Indonesia yang mendukung saya dan ingin supaya saya menang. Itu baru saya ketahui setelah saya ikut acara di beberapa tempat, di mana banyak sekali fans yang mengaku ikut menyesal melihat saya kalah,” ceritanya.
Sampai beberapa hari, ia baru bisa kembali tegar. Apalagi, setelah menandatangani kontrak dengan RCTI untuk mengisi acara selama 1 tahun di stasiun televisi tersebut. Yang terdekat adalah saat bulan puasa nanti, Sarwan mendapat job sebulan penuh untuk tampil di layar kaca. Artinya, Sarwan bisa mengobati kekecewaan para fans-nya ketika nanti tampil lagi di acara televisi.
Setelah jadi orang terkenal, keinginan Sarwan untuk membahagiakan sang bunda pun kesampaian. Itu diwujudkan dengan memasang sambungan telepon di rumah Khoirotun. “Selama ini kalau mau telepon ke rumah (Bojonegoro) mesti telepon lewat tetangga baru dipanggilkan ibu. Padahal ibu belum tentu selalu di rumah, karena lebih sering di sawah. Jadi sudah nunggu lama ternyata nggak bisa bicara dengan ibu,” paparnya.
Selain memasang telepon, Sarwan juga bertekad memperbaiki rumah ibundanya. “Ya nggak bisa total, Mas. Sedikit-sedikit, asal bisa nyaman buat berteduh nggak lagi dinding anyaman bambu tapi sudah tembok,” pungkasnya.

Semarak Panggung Para Chef

Fokus Utama
Beberapa tahun belakangan, semarak dunia chef di Indonesia kian bergelora. Acara masak-memasak pun semakin digilai dan membuat sang koki jadi idola baru.
Tak heran bila kemudian banyak orang mulai dari office boy hingga direktur perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi chef ternama. Ini tentang semaraknya panggung kehidupan para chef.  OB Hingga Direktur Berlomba Menjadi Chef
Sebuah ajang pencarian bakat memasak yang sukses di beberapa negara, hadir di Indonesia. Gelar Master Chef dan hadiah miliaran rupiah pun menanti peserta yang lebih unggul, tidak hanya dalam memasak tetapi juga mahir menciptakan hidangan baru dengan sajian menarik.  

Studio itu diseting menjadi sebuah dapur raksasa. Di sana berderet puluhan kompor, aneka perlengkapan memasak, serta bak cuci. Masing-masing untuk satu peserta Master Chef Indonesia. Begitu tantangan dimulai, satu per satu para peserta pun memasuki dapur tersebut dan langsung menempati posisi masing-masing.
Dalam waktu 90 menit atau 1,5 jam mereka harus mampu mengolah bahan yang tersedia menjadi sajian makanan enak dengan tatanan cantik dan menarik. Serentak, kesibukan berbalut semangat sekaligus rasa tegang pun melingkupi studio. Semua berlomba menciptakan karya terbaik. Menit berikutnya, gilaran para juri yang terdiri dari Vindex, Juna, dan Marinka memberikan penilaian.
Belajar Memasak dari Ahlinya
Beragamnya latar belakang tentu membuat pemahaman masing-masing peserta terhadap dunia memasak berbeda satu dengan lainnya. Namun proses karantina memberi bekal bagi mereka untuk lebih memahami teknik memasak dan penyajiannya, langsung dari para ahli. Sarwan, seorang office boy di PT Nasa Multimedia Surabaya menjadi peserta yang merasa kebanjiran pengetahuan dari ajang ini. Bagaimana tidak, dulunya jangankan mengenal aneka masakan seperti yang disajikan hotel berbintang. Untuk mencoba resep rumahan sebagai variasi olahan kreasinya saja, ia menunggu keberuntungan dari lembaran majalah atau koran bekas yang sudah dibuang pemiliknya, atau tak sengaja pembungkus nasi yang ia beli.

“Dulu tidak pernah punya resep. Kan buku resep mahal to. Kadang kalau sedang beruntung, pas beli nasi bungkus itu ada resepnya. Saya pernah menemukan resep sayur asem Jakarta kemudian saya coba. Eh ternyata bisa,” cerita Sarwan dengan logat Jawa medok. Kebiasaan memasak muncul sejak ia diusir sang kakak tiri dari Sidoarjo dan mulai bekerja di Surabaya. Karena tak ingin gajinya habis hanya untuk membeli makan, ia pun membawa bekal masakan setiap kali bekerja. Akibat kegemarannya memasak itu, beberapa teman kantor sering ikut iuran untuk membeli bahan masakan dan mereka makan bersama-sama. Soto, rawon, dan pecel adalah beberapa menu andalan Sarwan. Maka, masuk dalam jajaran 20 besar peserta Master Chef menjadi kebanggaan tersendiri untuknya. “Bisa masuk tv saja rasanya sudah senang sekali. Alhamdulilah juga, gara-gara acara ini saya bisa naik pesawat, tidur di hotel, dan belajar banyak resep,” kata Sarwan yang kala audisi membawa nasi jagung bakar ini.
Sarwan tentu saja ingin menang. Tetapi kalaupun tidak, lelaki 40 tahun ini cukup bersyukur mendapat kesempatan belajar gratis langsung dari para chef ternama. “Pokoknya di sini banyak sekali yang saya dapat. Tadinya hanya bisa membuat masakan Jawa, akhirnya ada perkembangan lebih baik. Saya jadi bisa memasak nasi campur, daging-dagingan, donat, kue bolu dan lain sebagainya,” cerita Sarwan, polos bersemangat  Sang OB berprinsip, menang ataupun tidak, ia harus terus maju dan berusaha. “Kan, jurinya juga memberikan saran begini-begitu, itu yang membuat saya lebih maju walaupun secara pelan-pelan. Tadinya, saya mana tahu bagaimana penyajian makanan yang baik dan benar,” ujar Sarwan.
Harapannya tak muluk-muluk. Cukup orang mengenalnya, sehingga datang tawaran pekerjaan yang lebih baik. Dengan begitu ia bisa memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Sarwan mengaku ingin menyekolahkan anak-anak dan saudaranya supaya tak memiliki nasib seperti dirinya. Kalau kemudian dia bisa menjadi seorang koki betulan dengan mahkota putih di kepala, tentu menjadi kebanggaan luar biasa. “Karena sebelumnya saya tidak pernah berani bermimpi atau membayangkan akan menjadi seperti mereka. Saya hanya pernah bermimpi punya depot makanan untuk mencari tambahan penghasilan,” ujarnya.